Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menerapkan Teori Stoikisme di Usia 40

 
Teori Stoikisme


Semakin usia bertambah, sebenarnya saya hanya membutuhkan ketenangan dalam hidup ini. Berusaha menjauhi konflik atau perbedaan pendapat, lebih memilih diam dan segala bentuk usaha dalam mencari ketenangan hidup. Maka dari itu saya pun sekarang berusaha tidak banyak bicara ketika berada di lingkungan kerja. Hal ini dikarenakan jika terlalu banyak bicara maka potensi timbulnya konflik akan semakin besar.

Kalau boleh dirinci, berikut daftar keinginan saya ketika menginjak usia 40:
  • Ingin berbicara seperlunya
Percaya kan kalau terlalu banyak bicara akan memungkinkan timbul keinginan untuk melakukan ghibah atau membicarakan hal yang mungkin sia-sia. Saya sering seperti ini, apalagi kalau sudah di lingkungan kerja. Membicarakan teman kerja yang (menurut saya) salah dalam hal tindakan dan membahas hal lain yang mungkin tidak perlu dibicarakan.

Meskipun yang saya bicarakan itu adalah fakta, namun rasanya tidak ada manfaat apabila membahasnya. Biarlah hal tersebut menjadi urusan orang tersebut dengan Tuhan saja. 
  • Ingin lebih dekat kepada Allah SWT
Entah kenapa berada di usia 40an ini saya banyak memikirkan kematian, kehidupan di alam kubur, bahkan suasana saat hisab. Tiba-tiba saja terpikirkan di saat saya sedang sendiri atau sedang rebahan misalnya.

Hal inilah yang membuat takut dan merasa bahwa ternyata selama ini saya masih sangat jauh dari Allah SWT. Maka timbul keinginan untuk bisa lebih dekat kepada Allah SWT dengan mulai dari hal sederhana, seperti misalnya mulai sholat tepat waktu dan tidak terburu-buru ketika selesai sholat.
  • Sebisa mungkin menghindari konflik
Sejujurnya di tempat kerja saya rawan sekali terjadinya konflik dengan rekan lainnya. Apalagi saya yang diberi kepercayaan oleh pimpinan, sering sekali terlibat debat dengan karyawan lain. Ingin resign, tapi masih takut akan tidak punya penghasilan walaupun Allah SWT sudah menjamin rezeki setiap hamba-Nya.

Akhirnya yang bisa saya lakukan adalah berusaha untuk menghindari konflik dengan rekan kerja lain, dan kembali ke point pertama yaitu lebih sedikit dalam berbicara.
  • Menghindari melakukan hal yang sia-sia dalam hidup
Bukan berarti kita tidak boleh rebahan kok. Rebahan boleh-boleh saja sambil scroll media sosial, namun tahu batasannya juga. Jadi selama ini saya masih merasa melakukan pekerjaan yang sia-sia dan membuang waktu saja. Padahal ada banyak pekerjaan bermanfaat yang dapat saya lakukan, terlebih ketika berada di rumah. 

Oleh sebab itu saya berusaha untuk memotivasi diri sendiri agar selalu melakukan aktivitas yang berguna walaupun itu hanya tidur. Bagaimana tidak, dengan tidur maka energi kita akan pulih ketimbang harus menahan kantuk demi hanya untuk scroll media sosial.

Lalu pada kesempatan challenge One Day One Post yang diadakan Komunitas ISB, ada tantangan menulis tentang 3 contoh teori Stoikisme yang sudah kami jalani dalam kehidupan sehari-hari. Jujur saja, saya yang tidak banyak membaca (jadi malu kan) akhirnya baru tahu mengenai teori Stoikisme ini lalu mencoba mempelajari dari beberapa artikel yang ada di internet.

Seperti yang dilansir dalam https://www.kompas.com/parapuan/read/533288754/ramai-soal-filosofi-stoikisme-kenali-paham-yang-bikin-hidup-lebih-tenang-dan-bebas-stres, bahwa 

teori Stoikisme merupakan aliran filsafat yang berpandangan bahwa manusia harus mampu mengontrol dirinya sendiri untuk mensyukuri apapun yang terjadi.
Dari penjelasan di atas, memang sejatinya setiap manusia diharapkan mampu mengaplikasikan teori Stoikisme yang seharusnya. Dalam artinya kita harus mampu mengontrol diri sendiri dan bersyukur terhadap apapun yang diterima di dunia ini.

Saya merasa bersyukur dengan adanya challenge tema ODOP dari Komunitas ISB ini, sebab saya jadi bisa menulis mengenai teori Stoikisme yang harus dimulai justru di saat usia yang tidak muda lagi, yaitu 40 tahunan.

Jadi lingkungan kerja yang toxic serta pertambahan usia yang makin dekat dengan liang kubur, harus membuat saya mengaplikasikan teori Stoikisme ini. Tentu saja saya harus membuang emosi dan energi negatif agar hidup tidak semakin menjadi stress.

Apa Saja Perwujudan Dari Pengaplikasian Teori Stoikisme

Kalau kalian para pembaca blog ini ingin tahu sudah sejauh mana saya melakukan ajaran dari teori Stoikisme, antara lain:

1. Tidak Baperan Dengan Perilaku Teman Kerja

Pimpinan saya sering mengatakan kalau saya baperan, apa-apa dipikir sampai stress. Mungkin ada benarnya juga pernyataan beliau ini, meskipun ada pembelaan dari dalam diri saya kalau saya melakukan hal itu demi kebaikan kantor yang tidak besar ini.

Namun kemudian saya berada pada suatu titik dimana mungkin sudah saatnya berhenti memikirkan segala hal tentang kantor. Toh pimpinan saya sendiri mengatakan hal seperti itu, lalu untuk apa saya teruskan. Selama ini saya berusaha disiplin pada aturan kantor, namun mungkin 80% dari karyawan justru melanggarnya. Akhirnya saya putuskan untuk tidak baperan dengan segala perilaku teman kerja yang kadang cenderung merugikan perusahaan.

Saya memutuskan untuk tidak akan mengubah segala sesuatu yang berada di luar kendali saya, termasuk urusan pekerjaan. Berusaha menjadi karyawan yang peduli dengan kemajuan kantor itu tidak ada manfaatnya apabila tidak didukung oleh rekan kerja lainnya. Akhirnya saat ini saya hanya fokus pada diri sendiri.

2. Sabar Menghadapi Ujian Hidup

Ujian hidup selalu datang dari arah yang tak disangka-sangka. Saya pasti pernah mengalami ujian hidup, namun berusaha untuk tidak menampakkannya di hadapan orang lain. Hal ini agar saya tidak dianggap sebagai orang yang selalu mengumbar kesedihan. 

Manusia mana yang ingin mendapat cobaan dalam hidupnya, saya rasa tak ada satupun yang mau. Namun manakala ujian hidup datang, maka saya akan berusaha mengaplikasikan teori Stoikisme untuk mensyukuri apa yang terjadi dalam hidup ini sambil tak lupa berdoa agar diberi kekuatan dalam menjalani cobaan hidup.

3. Tidak Terburu-Buru Mengambil Keputusan Dalam Hidup

Dulu sewaktu muda, saya bisa jadi masuk dalam golongan yang grusa grusu alias terlalu cepat mengambil keputusan. Alhasil banyak keputusan yang saya ambil salah dan tahu sendiri ujung-ujungnya penyesalan donk. Namun di usia 40an, rasanya saya mulai bijak ketika hendak mengambil keputusan penting dalam hidup ini.

Keputusan dalam hidup itu bermacam-macam yah, bahkan sekarang mau makan apa, bisa dibilang sebuah keputusan untuk kita ambil. Bisa jadi karena terlalu terpikat oleh iklan produk sambal, lalu kita memutuskan untuk makan pedas. Alhasil diare menyerang imunitas tubuh.

Di tahun 2015 saya tergiur dengan promo apartemen murah di Sidoarjo, lalu nekat membeli dengan cicilan. Namun 3 tahun berlalu, ternyata saya dan beberapa calon pembeli lainnya tertipu dengan apartemen murah tersebut. Andai dulu saya tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan. Namun nasi sudah menjadi bubur, sehingga saya hanya bisa mengambil hikmah atas segala peristiwa yang terjadi.


Posting Komentar untuk "Menerapkan Teori Stoikisme di Usia 40"