Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Terhadap Pasien Orang Dengan Kusta

Pasien Orang Dengan Kusta
Walau mungkin saat ini perkembangan teknologi sudah semakin maju, sehingga informasi dengan mudahnya kita dapatkan, namun tidak jarang ada beberapa orang yang masih menutup diri terhadap informasi penting mengenai kesehatan. Salah satunya adalah mengenai penyakit kusta dan juga orang yang mengalami disabilitas.

Bersyukur sekali saya mendapat kesempatan untuk mengikuti talkshow yang diadakan live di Youtube pada tanggal 28 April 2022 pada pukul 09.00 selama satu jam ke depan. Talkshow ini diselenggarakan oleh Berita KBR dan juga NLR, yaitu organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang pemberantasan kusta.

Mengusung tema Dinamika Perawatan Diri dan Pencegahan Disabilitas pada Kusta di Lapangan, talkshow ini memberikan saya insight baru akan bagaimana seharusnya kita memberikan perhatian kepada tindakan medis bagi penderita kusta. Tentu saja tenaga kesehatan sangat cocok sekali apabila mengikuti talkshow ini.

Dipandu oleh pembawa acara Ines Nirmala, talkshow in menghadirkan narasumber antara lain:
  1. dr. M. Riby Machmoed MPH. Beliau adalah Technical Advisor Program Leprosy Control, NLR Indonesia
  2. Ibu Sierly Natar, S.Kep. Beliau adalah Wasor (Wakil Supervisor) penyakit TB/Kusta pada Dinas Kesehatan, kota Makassar.
Seperti yang kita ketahui, bahwa penyakit kusta masih merupakan penyakit yang cukup mengkhawatirkan penyebarannya di Indonesia. Kusta sendiri merupakan gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium yang ditandai dengan munculnya bercak di kulit berwarna putih atau kemerahan. Bercak tersebut biasanya tidak gatal atau sakit dan kita harus waspada jika terdapat hal itu pada kulit kita. Pada beberapa kasus, penyakit kusta bisa menyebabkan mati rasa pada si penderita.

Penyakit kusta sendiri dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
  • Kusta Kering
Kusta kering tidak bersifat menular dan ditandai dengan gejala ringan. Adapun gejalanya seperti muncul bercak berwarna putih di kulit. Bercak muncul hanya beberapa di permukaan kulit dan tidak menyebar terlalu luas. Kusta kering dapat sembuh setelah rutin mengonsumsi obat selama 6 bulan berturut-turut.
  • Kusta Basah 
Kusta basah dapat menular dengan cepat jika tidak segera diobati. Gejalanya hampir mirip dengan kusta kering namun bercak dapat menyebar di area kulit yang lebih banyak lagi serta terjadi penebalan. Kusta Basah dapat sembuh apabila pasiennya rutin dan disiplin mengonsumsi obat selama 12 bulan berturut-turut.

Di Indonesia sendiri beberapa kasus penyebaran kusta yang cukup tinggi berada di beberapa provinsi berikut:
  1. Jawa Timur
  2. Jawa Barat
  3. Jawa Tengah, dan
  4. Papua Barat
Di wilayah Papua Barat sendiri bisa dikatakan jumlah penderita kusta tergolong tinggi karena penduduk di Papua Barat sedikit.

Menurut Ibu Sierly Natar, orang yang didiagnosa menderita kusta sudah merasa malu dengan stigma kusta di masyarakat sehingga mereka cenderung menarik diri dan malu untuk berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat lainnya. Sementara tenaga kesehatan justru melakukan edukasi serta dukungan moril kepada para penderita kusta dan meyakinkan bahwa kusta dapat disembuhkan apabila ada upaya dalam melakukan pengobatan. 

Sementara menurut dr. M. Riby Machmoed MPH sendiri, tenaga kesehatan harus memberikan edukasi kepada penderita kusta agar lebih aware atau memperhatikan kondisi kesehatan mereka sendiri. Di antara pendampingan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pada orang dengan kusta antara lain:
  • Melakukan penyuluhan, apakah ada kelainan fungsi saraf 
  • Mengajarkan perawatan kepada pasien penderita kusta. Hal ini dikarenakan petugas kesehatan tidak dapat memantau selama 24 jam kondisi kesehatan orang dengan kusta.
  • Mengajarkan kepada para pasien penderita kusta untuk melakukan perawatan seperti merendam kulit yang terdapat bercak, menggosok dengan batu apung bagian kulit yang terdapat bercak. Hal ini tentu saja untuk mengurangi penebalan pada kulit.
  • Menggosok kulit yang terdapat bercak dengan minyak kelapa sebagai bagian dari pengobatan.
Memang seharusnya orang dengan kusta sudah dapat melakukan pengobatan sendiri demi mengurangi ketergantungan dengan tenaga kesehatan. Hal tersebut sesuai yang dipaparkan oleh dr. M. Riby Machmoed MPH dalam talkshownya. Bukan berarti tenaga kesehatan tidak ingin membantu para pasien kusta, namun lebih melatih kemandirian mereka, karena tenaga kesehatan tidak bisa 24 jam memantau perkembangan penyakit kusta tersebut.

WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia sendiri mencanangkan agar di tahun 2030 nanti sudah tidak ada kasus kusta lagi di dunia. 

Kusta dan Stigma di Masyarakat

Dalam talkshow yang diadakan oleh KBR tanggal 28 April 2022 ini, dr. M. Riby Machmoed MPH menegaskan sekali lagi bahwa "Stigma yang terjadi pada penderita kusta memengaruhi dalam pengobatan kusta tersebut".

Seperti yang kita ketahui, bahwa kusta sudah ada sejak dulu dan bisa menyerang sebagian masyarakat. Namun mengapa seperti seolah susah dalam penanganannya. Hal ini tentu saja tak lain dan tak bukan karena adanya stigma itu sendiri. Padahal penyakit kusta dapat disembuhkan dengan penanganan yang benar dan konsumsi obat secara teratur.

Adapun dampak dari stigma pada penderita kusta itu sendiri antara lain:
  1. Pasien penderita kusta cenderung tidak mau terbuka kepada Tenga medis dan keluarga kalau dia terkena kusta.
  2. Keluarga yang mengetahui jika ada anggota keluarganya terkena kusta pun cenderung menutupi dikarenakan rasa malu terhadap lingkungan sekitar. Bahkan tak jarang keluarga turut andil dalam mengucilkan pasien kusta.
  3. Minimnya pengetahuan tenaga kesehatan bagaimana penanganan pasien kusta membuat sebagian dari mereka seolah diskriminatif dalam memberikan pelayanan kesehatan.
  4. Masyarakat di lingkungan penderita kusta yang belum teredukasi dengan baik, serta minimnya informasi tentang kusta membuat mereka mengucilkan para pasien kusta ini.

Penutup

Saat ini perkembangan informasi begitu cepat didapat oleh masyarakat sehingga kita tidak boleh menutup diri atas informasi tersebut. Salah satu informasi penting mengenai kesehatan adalah mengenai penderita kusta yang mungkin saat ini masih menerima stigma negatif dari masyarakat.

Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik antara penderita kusta itu sendiri, tenaga kesehatan serta keluarga di rumah. Tanpa adanya dukungan dari keluarga dan keinginan sembuh dari pasien, rasanya mustahil pengobatan bagi orang dengan kusta akan berhasil. 

Mari kita bantu WHO untuk merealisasikan agar 2030 dunia akan bebas kusta.

Posting Komentar untuk "Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Terhadap Pasien Orang Dengan Kusta"